Minggu, 25 Oktober 2015

Ibu


Kalau aku merantau lalu datang musim kemarau
sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu Ibu, yang tetap lancar mengalir
Bila aku merantau
sedap susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayan siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa kubayar
Ibu adalah gua pertapaanku
dan ibulah yang meletakkan aku di sini
Saat bunga kembang menyerembak bau sayang
Ibu menunjuk ke langit, kemudian ke bumi
Aku menangguk meskipun kurang mengerti
Bila kasihmu ibarat samudera
sempit lautan teduh
tempatku mandi, mencuci lumut pada diri
tempatku berlayar, menebar pukat dan melempar sauh
lokan-lokan, mutiara dan kembang laut semua bagiku
Kalau aku ikut ujian lalu di tanya tentang pahlawan
namamu, Ibu, yang kusebut paling dahulu
Engkau ibu dan aku anakmu
Bila aku berlayar lalu datang angin sakal
Tuhan yang ibu tunjukkan telah kukenal
Ibulah itu bidadari yang berselendang bianglala
Sesekali datang padaku
Menyuruhku menulis langit biru
dengan sajakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar